Rumah knis

2000 - 20

Dua ribu dua puluh 
Banyak tanya yang akhirnya mendapatkan jawaban 
Kata damai seperti mudah ditemukan 
Hasil dari #dirumaaja yang menjadi selogan di era tersebut 

Dua ribu dua puluh 
Hangat dirasa namun sangat sederhana 
Seperti sup buatan Ibu pagi itu
Tepat akhir pekan meski kalender kini tak lagi kami butuhkan seperti sebelumnya 

Dua ribu dua puluh 
Tak nampak lagi perbedaan antara gelap dan terang 
Matahari dan bulan tak di izinkan Ibu tuk kubiarkan masuk kedalam 
Sekedar pengingat, apakah hari sudah berganti atau justru sebaliknya 

Dua ribu dua puluh
Meski genap sudah setengah tahun
Tapi berteman dengan kasur tak perna buatku bosan
Tidak denganku, entah dengan sang kasur yang tidak lagi dapat berlibur kerja lebih lama

Dua ribu dua puluh
Seperti teh hangat di ruang kerja bapak dengan lampu redupnya
Meski keruh, tapi manis dan menenangkan
Tak apa jika ada sedikit pahit yang tercecap di lidah
Anggap saja itu bonus agar indra pengecapmu dapat bekerja seluruh bagian

Dua ribu dua puluh
Bisakah bait ini menjadi awal mula nada sumbang? 
Dimana ku bawa semua mata tuk melihat sayatan sayatan yang ada di sekujur tubuh
amis, aroma lekat menggantikan perpaduan vanila dan melati

Dua ribu dua puluh
Raungan memecah keheningan malam ini
Hanya detak jam yang membalas, seolah berkata "Kuatlah, kau sendiri. Lihat saja bahkan dinding tak akan membantumu dan membisikan pada kamar sebelah jika kau dalam keadaan buruk."
Tawaku pecah bersama dengan lembabnya pipi

Dua ribu dua puluh
Ada tambahan menu di meja makan
Bukan lagi 4 sehat 5 sempurna sejak butiran berwarna warni itu hadir 
4 sehat dan 6 menyempurnakan untuk menguatkan dan meredakan rasa sakit yang menggila

Dua ribu dua puluh
Ada yang semakin melemah, mungkin banyak 
Ada yang mencoba tuk menyerah, sepertinya lebih
Ada saja bertambahnya daftar hadir mereka yang berharap tak lagi ada

Dua ribu dua puluh 
Bukankah puisi ini terlihat tidak seiya? 
Jika benar, maka seperti itulah kondisi sebuah satu titik di bumi
Bukan puisi ini yang salah, hanya sekitar yang tak lagi sewaras




Komentar