Rumah knis

Ruang Masa Lalu: Cerutu dan Aroma yang Tak Pernah Pergi



Aroma vanila masih tertinggal
Bertengger di cupid hidungku
Tatkala ku memasuki ruang masa lalu
Berpintu kayu yang mulai tertutup jaring-jaring 

Ruang yang seharusnya tak disentuh namun ternyata kembali terbuka
Tak pandai-pandainya aku menyembunyikan kunci ini
Jangan suruh aku membuangnya
Alih-alih melenyapkan, justru aku mendatangi pemilik kunci

Sudah ribuan malam ku tak menutup jendela pada ruang ini
Barangkali udara malam itu
Baik saat hujan
Pun kemaraunya
Lalu pasukan pengepak berbagai ukuran
Pun para pengerat 
Cukup tuk merunyamkan ruang
Malangnya yang ditemukan adalah kedamaian

Mereka senantiasa menetap 
Bingkai itu masih berisikan dua orang bahagia
bahagia yang bahagia
bahagia yang semakin membias

Kini mataku telah lupa bagaimana teduh matanya
Aromanya yang tengah berpadu padan dengan lendir di tubuhnya tak lagi tercium
Mulut yang tak lagi mengecap manis miliknya
Telinga menuli setelah tak lagi ada yang memanggil namaku
Dan kulitku yang mengering karena tak lagi berkeringat
Tak ada yang bisa dinikmati
Hanya angin yang membawa kering

Cerutu ku biarkan menemani
Kepulan asap itu sebelumnya sering kali menjadi bahan amarahnya
Wanita yang membenci benda ini tapi mencintaiku
Pada akhirnya aku hanya ditemani cerutu yang dibencinya
Siapa tahu dia datang meski tuk sekedar belungsang

Agaknya ruang ini kini miliki ambu yang berbeda
Tobako dan vanila bersegama dengan begitu indah
Menari dan menggoda bangkitkan rahsa
Sial ... rasa ini terlalu membawaku jauh kembali

Setiap hisapan, rasa kuat pada cerutu tak lagi sama
Aku merasakan rasa manis
Mulutku mengingat candu ini
Kamu, pelaku yang membawa manis ini

Bisakah kamu berhenti?
Cerutu tak lagi menjadi identitasku sebagai lelaki
Kamu, pelaku yang mematahkan identitasku
Bukankah kamu membenci gumpalan abu ini?
lalu mengapa kamu masih di sini?

Kamu terlalu berbahaya
Nikotinku tak ada artinya setelah kamu pergi
lalu kamu kembali hadir
lalu kamu tertawa
lalu kamu menyanyikan lagu angan kosong
lalu kamu bersandar
lalu kamu memeluk
lalu kamu,
tak bisa hentikanku
Kan ku lahap habis,
kamu bersama dengan cerutuku









Baca lebih lanjut keberlanjutan puisi

Komentar