Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Tua tak bercerita

Ada kaki yang dipatahkan Agar tidak kotor terkena kubangan Ada tangan yang dipatahkan Agar tak perlu memanjat tebing Lalu tua dan tubuh yang lemah Tersisa raut datar Pendengar tak mampu cerita Karena hanya perut yang terisi namun tidak dengan ingatannya

Isi sujud ku

Selalu ada tempat menangis Ya ada Jika tidak dibahumu maka kamarlah jawabannya Tapi tidak dengan mengadu Selain bukan di dengar olehmu Lalu pada siapa lagi? dinding kamarku sudah berlumut oleh air liur karena celotehanku padanya dengan emosi,  tidak bisa lagi ku gunakan Aku butuhkanmu Sangat Pulanglah-kumohon dengan bersujud

Rahasia sebelum usiaku tua

Kalau dengan uang aku bisa bahagia,  maka aku tidak akan pulang atau sekedar merindukan rumah, atau hanya ingin terlentang di kasur yang sebenarnya tidak seempuk lalu dan membenamkan diri dengan bantal lapuk lalu keluhkan semua.  Berjuang bukanlah perkara mudah. Mama tidak ajarkan juga Abi tidak menuntunku untuk kejalan ini. Tapi seperti memang takdir yang mendorongku ke lubang ini sejak seragam putih melekat di setiap hari selain sabtu dan minggu.  Jikalau para punjangga sosmed mengeluhkan bahwa lelakilah yang harus banting tulang,  lalu bagaimana dengan aku, seorang wanita yang sudah semakin keropos karena menopang dunia dengan tulang belakangku ini?   Maaf sekali lelaki yang akan menemui keluargaku dengan sebungkus martabak di rumah nanti. Sepertinya kau tidak berentung karena pelengkap tulang rusukmu tak sempurna. Ia sudah habis di grogoti semangatnya untuk bertahan hidup dimasa mudanya.  Sisanya bersamamu akan lebih mudah untukmu. Tinggal kau temani ku saja sampai ang

31 oktober ku

Hai, untuk kau pemilik Oktober Di bulan ke 10 yang kau tandai dengan pena Dan menolak ada yang melupakannya Si pemilik oktober yang begitu adanya Hai,  dari aku si pemilik Mei Selalu sendiri dan terlupakan Dimana menjauhkan diri dari semua tingkahmu Berharap kau tak menemuiku di pojok ruang tersembunyi Si Oktober yang selalu menemukan Mei Memaksa Mei keluar dan terlalu banyak berceloteh tak penting Menyodorkan berbagai makanan manis seperti senyummu Menahan Mei tuk duduk dan menahannya di keramaian Si Mei yang selalu berserah,  pasrah Menahan tuk tidak menangis Memaksakan diri tuk menyukai makanan yang sama sekali tak ingin di sentuhnya Dimana kepanikan yang hebat selalu menyelimutinya Oktober dan Mei yang bersebrangan Tak pernah bisa menyatu Mereka berbeda Tapi mereka saling membutuhkan Februari yang di benci Oktober dan Mei Berhasil melenyapkan perbedaan Berhasil menciptakan kehampaan Tak ada lagi penanda di kalender, februari yang tak ingin kami ingat M

Lalu dan maaf yang tak berujung

Tumpahan oranye di sanah terlihat tulus menemani gadis yang tengah merana. Tanpa musik tanpa asap, ia gambarkan seorang yang tengah terpuruk. Sangat terpuruk. Hanya bisa menyembunyikan wajahnya di rangkulan kakinya. Begitu adanya, wajah sembab, mata membengkak dan bibir yang kini membekas akibat menahan suara. Gadis malang di bawah senja. Semua jejak menggambarkan gangguan mental gadis ini. Gila Ia sangat dan begitulah. Gadis cerdas katanya namun lemah tatkala terbangun. Sudah disuguhkan segelas racun padahal untuk menidurkannya. Dia tak menyentuhnya. Dan kembali menggila. Tangis dan rasa takut yang terus merangkulnya. Lalu semakin mendekap, erat. Hingga dititik dimana yang disisakan percak merah lalu kulit yang merusak. Meraba raba angan lalu dan mengemis maaf. Masih dengan tetesan merah yang terus mengalir. Dijadikan tumbalpun tak apa, yang penting dapatkan maaf. Begitulah kebodohan itu lahir. Lalu, jutaan maaf yang kini tersirat - menghantui - dan menghardik masa kini hingga k

Hai semesta

Hai semesta, namaku duka Dan tentunya dia lara Kami memang di takdirkan bersama Tuk ajarkan hitam setelah biru terang kuasai langit Hai semesta, namaku duka Dan dia bahagia  Namanya berubah sejak ia menginjakan kaki di bumi  Lalu bertemu dengan dendilion di tepian sungai Dan hai semesta,  Aku pergi