Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Malamku bercerita

Malam...  Malam ...  Malam Beberapa malam yang berlalu cepat Pada suasana yang sama Antara alam dan hati yang tenang Hirup satu-dua dan seterusnya Wangi seperti biasa Nalarku menyimpan aromamu Tanpa sadar, aku lebih dari sekedar bernafas Kamu tak berwajah bahagia,  aku tahu Saat ini kamu butuhkan pendengar, itu aku Dengan posisi tak saling berhadap kau sekedar berbicara apapun itu, aku memahaminya Lalu pada penghujung jalan aku selalu tersenyum, kamu tak melihatnya - selalu Sesekali kau berseringai dan ciptakan momen yang ingin selalu ku putar Tanpa sadar kembali nalarku menyimpan semua Hingga aku mengetahui alur cerita leluconmu Tenang saja,  aku akan selalu tertawa  Lalu -  dari bagian termanis Nalarku memutar ulang  Dan aku selalu tertawa Dimana waktu perputaran tepat di tengah gelap Entah berapa bait lagi berisikan tentangmu Mengenai dirimu saat ini, bukan mengenang Meski takut, aku berusaha tetap sama Menjadi seorang pendengar baik dan pemberi senyum t

Ketidak nyamananku

Aku dengan ketidak nyamananku Berdiri di atas panggung Namun enggan untuk bersua Sekedar menunduk, takut tuk angkat kepala Aku dengan ketidak nyamananku Memisahkan pasir dan biji selasih menjadi pilihanku Akal ku tak sampai bila menyentuh lainnya Itu yang mereka katakan, dan aku yang mengiyakan Mereka dengan alasan ketidak nyamananku Mereka yang menjadi alasan ketidak nyamananku Mereka yang melarutkanku dalam rasa ketidak nyamananku Merekalah yang perkenal ku dengan rasa ketidak nyamananku

Jejaring rindu

Kantung matamu kian membesar Keriput di beberapa titik mulai memperjelas Warna rambut yang semakin memudar Tak apa, cantikmu masih terjaga Pelukmu tak sekecang dulu Alasan yg ada bukan karena tak rindu Hanyak karena tenagamu tlah terkuras banyak hari ini Tak apa, selagi senyummulah yang dapat mengganti keluh Setelah hujan di bulan april Kami di pisahkan oleh jarak yang tak tergapai tangan rentanya Namun aku masih sama, tetap pulang pada tujuan seperti biasa Pulang kepadanya melalui jejaring yang kini ada "jadi...  Kapan pulang? " Suara parau di sebrang sana membungkamku "Sesegera mungkin mbah."  Ada jarak pada waktu bisu Degusan nafas saja yang mengisi Panggilan itu tak lama berakhir Setelah kami benar-benar berhenti melepas isak yang tak tertahankan - lagi

Maaf

Lucunya  Aku Takut Kamu bahagia  Maaf~

Sepasang Yang Tak Disatukan

Ada sedikit cerita Tentang satu malam yang ku lupa tepatnya  Malam yang singkat Melapangkan ruang sempit di hati Tak ada pengakuan Hanya cerita yang terlontar  Tapi kami begitu terbawa suasana Ya kami,  Dia pun tampak ikut menikmati Kami sepasang yang tak di pasangkan layaknya sepatu berukuran sama warna, tipe dan semuanyapun sama Namun di tempatkan di kotak yang berbeda Kami sepasang yang tak di pasangkan Layaknya telinga yang ada di satu tubuh Hanya di tempat yang sama Namun tak dapat saling berdekatan Kami sepasang yang tak di pasangkan Layaknya mata yang bersampingan namun tak dapat saling berhadapan Untuk sekedar memperhatikan, menatap dalam Kami sepasang yang tak di pasangkan Meski di pasangkan tetap tak bisa bersatu, berdekatan dan saling memperhatikan Walau memang benar kami sepasang karena di takdirkan bersama, tak berubah Di pasangkan, di takdirkan bersama, hanya untuk sekedar meny

Ampas

Rasa senang yang belum terasa Mengendap bersama ampas Bila ingin bahagia,  Cukup nikmati secangkir ke pedihan Dan seruput kebahagiaan di ujung cerita sebuah cangkir kopi Ampas hitam Pahit menjerat kecap Wangi yang mengepung penciuman Itulah sebenernya, itulah adanya  Dan itulah kenikmatan yang melahirkan kepuasan  Salam kebahagiaan sederhana dari sang pecandu serbuk hitam

Jarak

Jarak saat ini Menjadi jawaban Untuk dua insan Yang tak berbelas dan meredah Pada ego

Takut

Takut, Aku hanya sedang takut Entah pada apa Sungguh aku tidak mengerti Takut, Lucunya itu terjadi di saat ramai Lampu terang dan tak setitikpun gelap mengintip Lagi,  sungguh aku tidak mengerti Takut, Sangat benci ku akui ini Lalu menatap si penyebab rasa ini ada Dia, tepat di depan  mataku Duduk bersebrangan,  tersenyum dan kembali bercerita Ya, cerita tentang makhluk indah lain

Singkatnya, remaja

Ada yang lucu dalam dunia remaja Tentulah bukan soal sistem belajar mereka Ada jatuh hati yang tak di akui Ada hati yang berdebar tanpa dimengerti Kasihilah hatinya yang tak dapatkan balasan Dan acuhan dari pemilik Tapi tetap berjuang, bertahan dalam diam seperti dalam banyak novel

Bait permohonan maaf

Sebuah keputusan tercipta Untuk lengkapi jejak sebelumnya Bukan untuk menghilang atau menggantikan Percayalah , ini bait keseriusanku Ke khawatiran akan tidak mampu Tapi tetap memilih untuk melanju Sebab egois ini meramu Dengan impian yang semakin terlihat semu Maaf,  atas maaf yang akan ku sampaikan nanti Bukan aku lupa bagaimana caranya untuk menggenggam Hanya ingin terbiasa untuk menyendiri,  kembali seperti itu Maaf,  atas perkara yang belum selesai Ku janjikan pada pekan lalu akan benar-benar usai Tapi nyatanya belum tuntas bahkan hingga usang sekali Pada bait pertama akan masih menjadi beban tersendiri

Rabu dan kabar si rindu

Aku dan rindu memang selalu beriringan Karena pembahasan rindu sering ku senandungkan Mengenai si penunggu hati Yang mensesakkan dada Tidak,  ini bukan bait kesedihan Hanya penggambaran riuh nya suasan Dimana ruang lapang namun berbatasan Tidak,  itu tidak buruk, percayalah Rabu, tepat pada hari itu Ada rindu di hadapanku Tak bisa ku lepaskan pandang Nikmati rindu tanpa pembahasan berat Pertemuan itu bukan sebagai peruntuh batas Karena jauh atau bertemu pandangan akan tetap sama Hanya sebagai pemberi kabar Bahwa si rindu baik saja Sama seperti aku di hari itu Rabu, tepat pada hari itu Kepada Si rindu perusak keheningan Terimakasih Waktu singkatmu sudah ku rekam dalam -  dalam Lain waktu jangan lupa untuk menontonnya bersama Sambil menghapus air di pipi

Masih tentangmu, kau rindu

Judul utama masih tentang rindu Juga dengan sakit sebagai teman sejati Lalu sempat berpapasan dengan senang Satu kata untuk berbagai rasa, itu kau,  rindu Pada sub pertama yaitu, sakit Bersyukur ku dapat rasakannya Sakit yang disebabkan senyum kehangatan  Kepadamu dan dia yang tak ku tahu namanya, terimakasih  Sakit ini dapat menjadi pendekatku pada Tuhan Tuhan mungkin saat itu juga beriku senyuman hangat, lebih daripada mu Sub ke dua mengenai rasa senang Melihatmu di sebrang kolidor Yang sibuk membaca di tengah ramai Beberapa kali memperbaiki letak kacamata dengan jari telunjuk Begitu damai Kau terlihat sehat, seperti biasa Tibalah dimana sakit tak hinggap dan senang tak lagi ada Untuk kilometer  yang tak dapat ku hitung Catatan sakit kini berubah menjadi senang, untukmu tak apa, aku hanya inginkanmu,  tak peduli dengan siapa Dan catatan senang kemarin kini menjadi pilu diingat Hanya sesal Tak sapa, tak miliki keberanian Karena kesempatan selalu

Keluhan rindu hari ini

Ada apa dengan rindu? Rasa sepi nyata karenanya Ada apa dengan rindu?  Harapan dan doa menjadi burung-burung gereja di seperempat petang Ada apa dengan rindu?  Rutukan dan emosional lahir tiap jarum jam tua ruang tamu bergerak Ada apa dengan rindu?  Mosturizer alami berasal dari apa yang ter tahan dipelupuk mata hasil hubungan pikiran dan hati yang selaras Untuk ini Ada apa dengan rindu?  Maaf,  tertahan begitu saja  tepat di ujung bibir entah apa alasannya

Pembahasan berat bulan ini

Prihal sebuah tanggung jawab Bukan berarti dia yang bisa menjawab semua keluhan Tapi dia yang bisa bekerja jujur Jujur pada Tuhannya bahwa amanahnya telah di laksanakan sesuai Jujur pada rakyat atas apa yang telah Ia sorakan mampu dia tepati Dan jujur pada diri sendiri bahwa semua yang Ia kerjakan tulus tanpa ada pengharapan yang tak pantas dan tak dipantaskan Kepadamu dan mereka replika malaikat bernafsu besar. Sedikit aku berharap, akan ada kejujuran di balik jubah kebesaranmu kelak. Karena kami rindu akan jujur lebih dari rindu dilan pada gadis sederhana di novel

Judulnya singkat bahkan tak ada

kau lelah akan bosan?  Bila kau tidak menginginkannya,  cukup denganku.  Sesingkat itu jawabannya sama seperti puisi ini Terlebih alasan rasa ini ada

Pergunjingan pekan ini

Kadang lupa arti pemersatu Padahal banyak kumpulan mengatasnamakan cinta dan damai Entah cinta pada siapa Dan damai seperti apa yang mereka harapkan Mereka pembuat cacian Terbungkus rapih dengan kehormatan  Menyaru dengan penyair puisi Bertutur bijak melebihi ayat tuhan Lihat saja,  seberapa lama mereka bertahan?  Mereka yang berkata menjalani dengan ikhlas Akan memaki dengan keras Tentu prihal tak diberikan balon dengan bentuk yang Ia inginkan Atau mungkin sebatang permen yang di dapat tak manis rasanya Begitulah adanya Prihal bangku kuasa yang tengah dipergunjingkan Kepada mereka para rentetan penentang Kau terlahir sebagai pendengar bukan sebagai pembicara Lelah kau dapat,  harapan nikmat tak teraih

Catatan kemarin, hari ini dan esok yang tak terbatas

Mulai kemarin dan beberapa hari sebelumnya Aku lupa tepatnya Yang ku ingat hanya menjadi penyair di atas kasur lantai tak berbungkus Seakan menjadi hobi baru membuka galeri dan biarkannya hingga kedipan merah terlihat  Sebelumnya datang untuk mengusik Hingga akhirnya resmi menjadi pengusik Dan Hening terasa mulai asik Wajah memerah seperti hasil ibu mengerik Ku pastikan satu saja Aku benci hari esok dan begitupula selanjutnya  Bahkan si tua pemetuah tak lagi berkata Aku terlalu benci dan tak dapat menghentikan rasa Rasa yang menutup asa Rasa yang merutuki cita

Lentera dan sang bocah kesepian

  Ini lentera Abadi sinarnya,  rasanya Hanya nyatanya, tak sedemikian Bukan angin yang matikan Bukan pula tangisan langit Hanya lentera kini semakin tertutup rapat Udara untuk sang keabadian menipis dan tak tersisa Singkatnya demikian Sang bocah kesepian tak lagi dapatkan tawanya Untuk lentera, bersiap dikubur Dan terkubur Rambu kuning tlah menanti di depan Namun sang bocah tak kunjung berhenti memeluk Meski remuk Tak apa Asal ada yang dapat di sentuhnya,  asal tidak benar-benar lenyap

Tetesan pertama

Mendekatlah,... Aku ingin bisikkan sesuatu Sesuatu yang tlah lama Menjadi keinginanku sederhana Dengan kau menoleh Ahh tidak,  kau hanya melirik ke arahku Tak apa Itu saja sudah membuatku tersenyum Entah berapa kali,  aku tak mau menghitungnya Satu tarikkan nafas Seberusaha itu aku mengatakan semuanya Dengan berakhir menggigit bibir bagian bawah yang tlah lama bergetar Wajahmu masih terlihat datar Lalu, pergih, berlalu Disaat itulah terakhir kalinya aku berkata jujur Aku menyesal, merutuki si hakim yang berada di dalam sini Dan di saat itulah hujan pertama Tepat di awal bulan mei