Lalu dan maaf yang tak berujung

Tumpahan oranye di sanah terlihat tulus menemani gadis yang tengah merana. Tanpa musik tanpa asap, ia gambarkan seorang yang tengah terpuruk. Sangat terpuruk. Hanya bisa menyembunyikan wajahnya di rangkulan kakinya. Begitu adanya, wajah sembab, mata membengkak dan bibir yang kini membekas akibat menahan suara. Gadis malang di bawah senja.

Semua jejak menggambarkan gangguan mental gadis ini. Gila Ia sangat dan begitulah. Gadis cerdas katanya namun lemah tatkala terbangun. Sudah disuguhkan segelas racun padahal untuk menidurkannya. Dia tak menyentuhnya. Dan kembali menggila.

Tangis dan rasa takut yang terus merangkulnya. Lalu semakin mendekap, erat. Hingga dititik dimana yang disisakan percak merah lalu kulit yang merusak. Meraba raba angan lalu dan mengemis maaf. Masih dengan tetesan merah yang terus mengalir. Dijadikan tumbalpun tak apa, yang penting dapatkan maaf. Begitulah kebodohan itu lahir.

Lalu, jutaan maaf yang kini tersirat - menghantui - dan menghardik masa kini hingga kelak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teruntuk dua puluh satu

Cerpen : Ada luka di balik kata PAHAM

Kutipan Harapan Sederhana Pagi