Postingan

Teruntuk dua puluh satu

  Dua puluh satu Mari kita habiskan hari untuk berseru Suara siapakah kali ini yang paling merdu? Hingga belas kasih Tuhan biarkan kita untuk miliki waktu Dari sekian banyak alasan Aku pastikan, pertemuan kita bukanlah "kebetulan" Seperti kata mereka yang mengatakan - untung Padahal jatuh bangun kita bagai cerita anak sulung Kamu perlu ingat jika kamu itu satu Begitu pula dengan aku Tak ada kata "kamu" yang lain untuk hari ini ataupun lain waktu Sebab mendapatkanmu ada banyak sabar yang ku sajenkan, hanya agar buatmu luluh Kamu tahu benar, bagaimana aku memandang kepercayaan Terlebih kepercayaanmu yang kian hari kian meninggi Ku anggungkannya, ku sentuh lembuh dan ku terangi dengan pencahayaan Meski sebutir saja yang kau beri sunggu tak apa, sebab ku punya segudang rasa gigih Bait ke lima ini tetap untukmu Tak ada habisnya ku gambarkan sempurnamu Tutur kata cinta, perlakuan mendewikanku dan semua emosionalmu yang kamu persilahkan untuk hadir dicer

Cerpen : Ada luka di balik kata PAHAM

  Sore itu segerombolan remaja tengah membelah kota. Dua diantaranya sedang berbincang dengan raut yang bahagia. Sesekali diselingi suara tertawa. Mereka tengah menceritakan mengenai bagaimana lucunya dunia ini. Bahasan yang umum dibincangkan oleh para karyawan kota kota besar. "Hai Dimas, kau tahu tidak siang tadi rasanya sungguh berat?" tanya Nina dari posisinya yang kini tepat dibelakang Dimas yang mulai merubah raut wajah tanpa diketahui oleh gadis tersebut.  "Ada apa?"  "Siang tadi aku di tegur karena pemasukan perusahaan mulai turun bulan ini. Marketing Credit lagi marketing Credit lagi, sepanjang rapat tadi itu saja yang dibahas. Padahal tim Corporate juga lelang ada disana. Curang bukan? Sepertinya GM kita memang sensi sama timku." keluh Nina "Bukankah justru bagus? Secara tidak langsung, GM ingin mengoptimalkan divisi Credit karena beliau tahu potensi yang kalian punya sangatlah besar."  Nina yang mendengar jawaban tersebut mulai membuat

Cerpen : Kereta ku sampai tujuan

 Suatu hari aku sedang menunggu kereta untuk pergi ke suatu tujuan yang sebenarnya juga tidak tahu di mana itu. Yang aku tahu, aku hanya ingin melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta. Pergi ke stasiun, menunggu kereta yang datang dan menaikinya. Duduk sembari menikmati berbagai ekspresi sekitar. Ahh tentu saja sesekali akan ku tengok jendela besar di sebrangku. Pemandangan langit sebiru ini mana mungkin boleh aku lewatkan bukan? Dengan perasaan yang cukup senang, aku menyambut kereta yang dikabarkan akan memasuki stasiun yang kini aku datangi. Bisa ku lihat, sekitar ku juga mulai mengikuti apa yang aku lakukan, mendekati garis kuning. Membentuk barisan seakan menyambut parade disebuah perayaan. Teriakan kereta semakin terdengar nyaring yang diikuti oleh suara rel beradu dengan besi bundar itu. Perlahan kereta mulai berhenti tepat di hadapan kami.  Rasa senang itu semakin menyeruak. Dengan sangat sabar, aku menunggu pintu dari masing masing gerbong tersebut terbuka - serempak. Ta

2000 - 20

Dua ribu dua puluh  Banyak tanya yang akhirnya mendapatkan jawaban  Kata damai seperti mudah ditemukan  Hasil dari #dirumaaja yang menjadi selogan di era tersebut  Dua ribu dua puluh  Hangat dirasa namun sangat sederhana  Seperti sup buatan Ibu pagi itu Tepat akhir pekan meski kalender kini tak lagi kami butuhkan seperti sebelumnya  Dua ribu dua puluh  Tak nampak lagi perbedaan antara gelap dan terang  Matahari dan bulan tak di izinkan Ibu tuk kubiarkan masuk kedalam  Sekedar pengingat, apakah hari sudah berganti atau justru sebaliknya  Dua ribu dua puluh Meski genap sudah setengah tahun Tapi berteman dengan kasur tak perna buatku bosan Tidak denganku, entah dengan sang kasur yang tidak lagi dapat berlibur kerja lebih lama Dua ribu dua puluh Seperti teh hangat di ruang kerja bapak dengan lampu redupnya Meski keruh, tapi manis dan menenangkan Tak apa jika ada sedikit pahit yang tercecap di lidah Anggap saja itu bonus agar indra pengecapmu dapat bekerja seluruh bagian Dua ribu dua pulug

2 bait dari bumi dan langit

 Lekas memulih bumi beserta isinya Ada dahan kecil yang kini mulai merapuh Jangan biarkan dia ranggas bersama daun daun musim semi Terlebih di musim yang masih dapat kita lihat bintik air, terpaan dari atas sana Mungkin ini bukan mengenai langit yang ikut bersedih melihat semua menipiskan asa Hanya saja ini caranya untuk sekedar membantu, berikan sedikit semangat juang Dari langit untuk bumi hanya sekedar rintik singkat Harap hati akan dapat suburkan hingga ke sudut hati yang gersang Untuk itu, kamu yang membaca ini harus tetap kuat Bumi dan langit akan merasa lebih baik karena kemarau terparah di dasar dirimu telah kembali menghijau

Cerita peluh kali ini

Malam kali ini biarlah ku gadai Agar esok ku pergi dengan penuh hangat  Maaf malam dan seribu peluh yang menghujam diri Mari kita akhiri, mari kita damai di pagi nanti 

Kutipan Harapan Sederhana Pagi

Terakhir, tegur sang malam Ku balas dengan tatapan kosong Merengkuh asa dan bahagia Meski telah kembali bertemu sang kholiq Tak habis waktu untuk ku nikmatinya Setiap inci, semua yang bisa ku pandangi - lekat Reflek tangan ingin menggapai Sekedar menggenggam, menikmati hangat yang kini jadi bagian yang dirindu Ahh iya, rindu Apapun hal mengenainya, semua Aku bahkan lupa, bagian apa yang tidak membuat ku candu tuk ku rindui Tuhan ciptakanmu satu, tapi kalimat memujamu lebih dari seribu Aku terhenyak ketika lengkingan pagi datang Seperti biasa, ku ucapkan harapan sederhana untuk hari ini "Ibu, bangun" Raut damai kudapati, tapi tidak dengan terwujudnya harapan